“Tingkah Laku Tercela”
Untuk Memenuhi
Persyaratan Mata Kuliah “Hadis”
Dosen Pembimbing :
Drs. Muh. Syakur Rahman
M.PdI
Disusun
O
L
E
H
Abdul rifan
potabuga
11.2.3.048
Tarbiyah / PAI 2
Sekolah Tinggi Agama
Islam Negeri
(STAIN) Manado
Bab I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Tingkah
laku yang tercela merupakan tingkah laku yang sangat di benci Allah dan
Rasul-Nya. Seorang muslim yang unggul, kata Nabi Muhammad saw, “orang yang
paling banyak memberikan manfaat bagi kehidupan sesamanya” khairunnas
anfa’ahum linnas”. Dan untuk dapat memberikan manfaat bagi orang lain maka
diperlukan wawasan moral yang jelas. Hidup yang tidak memberi manfaat tentu
saja akan menjadi kesia-siaan belaka. Karena itu Nabi Muhammad saw memberikan
penjelasan lebih jauh, manusia yang unggul adalah yang baik akhlaknya. Dengan
kata lain, seorang muslim adalah lidah dan tangannya tidak menyakitkan kepada
orang lain, sebaliknya lidah dan tangannya selalu menyelamatkan kepada orang
lain atau sesamanya. Maka dengan akhlak yang tercela maka sungguh kita akan
sangat merugikan orang di sekitar kita dan bahkan diri kita sendiri. Ghibah,
buhtan serta buruk sangka adalah tingkah laku tercela yang di dominasi oleh
perkataan kita yang jangan kita anggap enteng karena kita tahu bersama lidah
kita sangat manis jika mengucapkan hal yang baik tapi bisa menjadi penghancur
jasad jika di gunakan dalam hal yang negatif
B. Rumusan masalah
1. Apa yang di maksud dengan Ghibah dan
Buhtan ?
2. Apa yang di maksud dengan Buruk sangka ?
C. Tujuan
Tujuan
saya menyusun makalah ini selain untuk memenuhi persyaratan mata kulia saya
juga ingin memahami dan memberi pemahaman bagi pembaca tentang tingkah laku
yang tercela yang meliputi ghibah, buhtan serta buruk sangka. Agar kita semua
terjaga dari perbuatan yang nanti bisa membawa kita pada kerugian besar.
Bab II
Pembahasan
v Perbuatan
yang tercela
A.
Gibah dan Buhtan
Secara
bahasa, merupakan musytaq dari al-ghib, artinya lawan dari nampak, yaitu segala
sesuatu yang tidak diketahui bagi manusia baik yang bersumber dari hati atau
bukan dari hati. Maka ghibah menurut bahasa ialah membicarakan orang lain tanpa
sepengetahuannya baik isi pembicaraan itu disenanginya ataupun tidak
disenanginya, kebaikan maupun keburukan.
Secara definisi ghibah adalah seorang muslim
membicarakan saudaranya sesama muslim tanpa sepengetahuannya tentang hal-hal
keburukannya dan yang tidak disukainya, baik dengan tulisan maupun lisan,
terang-terangan maupun sindiran.[1]Menurut
Ibnu Mas’ud r.a. definisi ghibah adalah
”Ghibah adalah engkau menyebutkan apa yang kau ketahui pada saudaramu, dan jika engkau mengatakan apa yang tidak ada pada dirinya berarti itu adalah kedustaan.
”Ghibah adalah engkau menyebutkan apa yang kau ketahui pada saudaramu, dan jika engkau mengatakan apa yang tidak ada pada dirinya berarti itu adalah kedustaan.
Wajib bagi orang yang hadir dalam majlis yang sedang
menggunjing orang lain, untuk mencegah kemungkaran dan membela saudaranya yang
dipergunjingkan. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam amat menganjurkan hal
demikian, sebagaimana dalam sabdanya.
Artinya : “Barangsiapa menolak (ghibah atas)
kehormatan saudaranya, niscaya pada hari kiamat Allah akan menolak
menghindarkan api Neraka dari wajahnya”. (HR Ahmad)[2]
Kadang orang
tidak sadar ia telah melakukan ghibah dan saat diperingatkan ia menjawab ” Yang
saya katakan ini benar adanya! ” Padahal Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam dengan tegas menyatakan perbuatan tersebut adalah ghibah. Ketika
ditanyakan kepada beliau bagaimana bila yg disebut-sebut itu memang benar
adanya pada orang yg sedang digunjing-kan beliau menjawab ” Jika yg engkau
gunjingkan benar adanya pada orang tersebut maka engkau telah melakukan ghibah
dan jika yg engkau sebut tidak ada pada orang yg engkau sebut maka engkau telah
melakukan dusta atasnya. ”
Beberapa bentuk dan jenis ghibah, di antaranya:
1.
Aib dalam
agama. Seperti kata-kata pada sesama muslim: Dia itu fasiq, atau fajir (suka
berbuat dosa), pengkhianat, zhalim, melalaikan shalat, meremehkan terhadap
najis, tidak bersih kalau bersuci, tidak memberikan zakat pada yang semestinya,
suka meng-ghibah, dan sebagainya.
2.
Aib fisik.
Seperti kata-katamu pada sesama muslim: Dia itu buta, tuli, bisu, lidahnya
pelat/cadel, pendek, jangkung, hitam, gendut, ceking, dan sebagainya.
3.
Aib duniawi:
Seperti kata-katamu pada sesama muslim: Dia itu kurang ajar, suka meremehkan
orang lain, tukang makan, tukang tidur, banyak omong, sering tidur bukan pada
waktunya, duduk bukan pada tempatnya, dan sebagainya.
4.
Aib
keluarganya. Seperti kata-katamu pada sesama muslim: Dia itu bapaknya fasik,
Cina, tukang batu, dan lain-lain.
5.
Aib
karakter. Seperti kata-katamu pada sesama muslim: Dia itu buruk akhlaqnya,
sombong, pendiam, terburu-buru, lemah, lemah hatinya, sembrono, dan lain-lain.
6.
Aib pakaian.
Kedodoran bajunya, kepanjangan, ketat, melewati mata kaki, kucel/dekil, dan
sebagainya.
7.
Ghibah di
kalangan ulama. Seperti kata-katamu pada sesama muslim: Bagaimana sih kabarnya?
(dengan maksud meremehkan), semoga Allah memperbaikinya, semoga Allah
mengampuninya, kita memohon ‘afiah dari Allah, semoga Allah memaafkan kita
karena kurang rasa malu, dan sebagainya semua kata dan doa yang maksudnya mengecilkan
kedudukan orang lain.
8.
Prasangka
buruk tanpa alasan. Prasangka buruk merupakan ghibah hati.
9.
Mendengar
ghibah. Tanpa mengingkari/menegur, dan tidak meninggalkan majelis.
حَدّثَنَا قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيْزِبْنُ مُحَمَّدٍعَنْ الْعَلَا ءِ بْنِ عَبْدِالرَّ حْمَنِ عَنْ اَبِيْهِ عَنْ اَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ قِيْلَ يَا رَ سُولَ اللهِ مَا الْغِيْبَةُ قَالَ ذِكْرُكَ اَخَاكَ بِمَا يَكْرَ هُ قَالَ اَرَ اَيْتَ اِنْ كَانَ فِيْهِ مَا اَقُولُ قَالَ اِنْ كَانَ فِيهِ مَا تَقُوْلُ فَقَدْ اغْتَبَتَهُ وَاِنْ لَمْ يَكُنْ فِيْهِ مَا تَقُوْلُ فَقَدْ بَهَتَّهُ قَالَ وَفِى الْبَابِ عَنْ اَبِى بَرْ زَةَ وَابْنِ عُمَرَ وَعَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرِوَقَالَ اَبُوْ عِيْسَى هَذَا حَدِيْثُ حَسَنٌ صَحِيْحٌ
حَدّثَنَا قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيْزِبْنُ مُحَمَّدٍعَنْ الْعَلَا ءِ بْنِ عَبْدِالرَّ حْمَنِ عَنْ اَبِيْهِ عَنْ اَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ قِيْلَ يَا رَ سُولَ اللهِ مَا الْغِيْبَةُ قَالَ ذِكْرُكَ اَخَاكَ بِمَا يَكْرَ هُ قَالَ اَرَ اَيْتَ اِنْ كَانَ فِيْهِ مَا اَقُولُ قَالَ اِنْ كَانَ فِيهِ مَا تَقُوْلُ فَقَدْ اغْتَبَتَهُ وَاِنْ لَمْ يَكُنْ فِيْهِ مَا تَقُوْلُ فَقَدْ بَهَتَّهُ قَالَ وَفِى الْبَابِ عَنْ اَبِى بَرْ زَةَ وَابْنِ عُمَرَ وَعَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرِوَقَالَ اَبُوْ عِيْسَى هَذَا حَدِيْثُ حَسَنٌ صَحِيْحٌ
Telah menceritakan kepada kami Qutaibah, telah menceritakan kepada kami
Abdul Aziz bin Muhammad dari Ala’ bin Abdurrahman dari bapaknya dari Abu
Hurairah ia berkata : ditanyakan kepada Rasulullah, “wahai Rasulullah, apakah
ghibah itu?” beliau menjawab: “ kamu menyebutkan tentang temanmu dengan sesuatu
yang ia benci.” Ia bertanya lagi, “ bagaimana sekiranya apa yang kukatakan
memang benar?”beliau menjawab: “ jika memang apa yang kamu katakan itu benar,
maka sungguh kamu telah menggibahnya, namun jika apa yang kamu katakana itu
tidak benar, maka sungguh kamu telah berdusta.” Hadissemaknajugadiriwayatkandari
Abu Bazrah, ibnu Umar dan Abdullah bin Amar. Abu Isa berkata:
iniadalahhadishasansohih.(H.R Tirmidzi).
·
Ghibah yg
Diperbolehkan
Tidak semua
jenis ghibah dilarang dalam agama. Ada beberapa jenis ghibah yg diperbolehkan
yaitu yg dimaksudkan utk mencapai tujuan yg benar dan tidak mungkin tercapai
kecuali dgn ghibah. Setidaknya ada enam jenis ghibah yg diperbolehkan.[3]
1. Melaporkan perbuatan aniaya. Orang yg teraniaya boleh
mela-porkan kepada hakim dgn mengatakan ia telah dianiaya oleh seseorang. Pada
dasarnya ini adalah perbuatan ghibah namun krn dimaksudkan utk tujuan yg benar
maka hal ini diperbolehkan dalam agama.
2. Usaha utk mengubah kemungkaran dan membantu seseorang
keluar dari perbuatan maksiat seperti mengutarakan kepada orang yg mem-punyai
kekuasaan utk mengubah kemungkaran “Si Fulan telah berbuat tidak benar cegahlah
dia!” Maksudnya adl meminta orang lain utk mengubah kemungkaran. Jika tidak
bermaksud demikian maka ucapan tadi adl ghibah yg diharamkan.
3. Bila seseorang berterus terang dgn menunjukkan
kefasikan dan kebid’ahan seperti minum arak berjudi dan lain sebagainya maka
boleh menyebut seseorang tersebut dgn sifat yg dimaksudkan namun ia tidak boleh
menyebutkan aib-aibnya yg lain.
4. Untuk memberi penjelasan dgn suatu sebutan yg telah
masyhur pada diri seseorang. Seperti menyebut dgn sebutan si bisu si pincang
dan lainnya. Namun hal ini tidak diperbolehkan bila dimaksudkan utk menunjukkan
kekurangan seseorang. Tapi alangkah baiknya bila memanggilnya dgn julukan yg ia
senangi.
5. Untuk tujuan meminta nasehat. Misalnya dgn mengucapkan
“Ayah saya telah berbuat begini kepada saya apakah perbuatannya itu
diperbolehkan? Bagaimana caranya agar saya tidak diperlakukan demikian lagi?
Bagaimana cara mendapatkan hak saya?” Ungkapan demikian ini diperbolehkan. Tapi
lbh selamat bila ia mengutarakannya dgn ungkapan misalnya “Bagaimana hukum-nya
bila ada seseorang yg berbuat begini kepada anaknya apakah hal itu diperboleh-kan?”
Ungkapan semacam ini lbh selamat krn tidak menyebut orang tertentu.
6. Untuk memperingatkan atau menasehati kaum muslimin .
Contoh dalam hal ini adl jarh yg dilakukan para ulama hadits. Hal ini
diper-bolehkan menurut ijma’ ulama bahkan menjadi wajib krn mengandung
masla-hat utk umat Islam.
Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam amat menganjurkan kita menjauhi ghibah,
sebagaimana dalam sabdanya. "Artinya : Barangsiapa menolak (ghibah
atas) kehormatan saudaranya, niscaya pada hari kiamat Allah akan menolak menghindarkan
api Neraka dari wajahnya". (HR Ahmad).
B.
Buruk sangka
Buruk sangka
(su'u dzan) adalah salah satu daripada sifat-sifat mazmumah (buruk/tercela).
Manakala mencari-cari kesalahan orang lain pula hadir apabila wujudnya sangkaan
buruk di dalam hati manusia. Apabila timbulnya buruk sangka, maka sudah tentu
rasa ingin mencari kesalahan seseorang itu timbul sehingga terbukalah
kesalahan, aib atau kelemahan seseorang itu yang menyebabkan si pelaku itu
berasa puas. Ia adalah suatu penyakit hati yang akan menyerang sesiapa sahaja.
Hanya keimanan dan ketaqwaan yang kukuh mampu mengatasi rasa buruk sangka dan
mencari kesalahan orang lain ini.[4]
Dalam hadis
ini Rasulullah saw mencegah kita umat Islam melakukan enam larangan : 1)
menuduh seseorang yang berdasarkan prasangka yang elum dapat dibuktikan, 2)
mencari-cari ke’aiban orang untuk kepentingan diri, 3) mencari-cari ke’aiban
yang lain, 4) berdengki-dengkian dan berbenci-bencian, 5) jangan saling marah,
dan 6) jangan memutuskan hubungan.
Sesudah itu
Nabi saw menyuruh supaya umat Islam satu sama lainnya bersaudara.
Lebih lanjut
marilah kita ikuti keterangan dan uraian yang berhubungan dengan
perintah-perintah itu sebagai berikut :
1.
Jauhilah
dirimu dari berprasangka buruk. Prasangka buruk di sini artinya menuduh seseorang
berdasarkan sangkaan saja, misalnya seseorang yang menuduh orang lain yang
berbuat keji tanpa menunjukkan bukti-bukti perbuatannya. Maka ini adalah
prasangka buruk, prasangka yang ttidak baik menurut hukum syara’ di tinjau dari
segi akhlak. Itulah yang dilarang Allah, sebagaimana firman Nya dalam Al-Qur’an
:
$pkš‰r'¯»tƒtûïÏ%©!$#(#qãZtB#uä(#qç7Ï^tGô_$##ZŽÏWx.z`ÏiBÇd`©à9$#žcÎ)uÙ÷èt/Çd`©à9$#ÒOøOÎ)(Ÿwur(#qÝ¡¡¡pgrBŸwur=tGøótƒNä3àÒ÷è/$³Ò÷èt/4=Ïtä†r&óOà2߉tnr&br&Ÿ@à2ù'tƒzNóss9ÏmŠÅzr&$\GøŠtBçnqßJçF÷dÌs3sù4(#qà)¨?$#ur©!$#4¨bÎ)©!$#Ò>#§qs?×LìÏm§‘ÇÊËÈ
Artinya :
“hai orang-orang yang beriman, jauhilah oleh mu, banyak berprasangka buruk,
karena sesungguhnya sebagaiandari berprasangka buruk itu dosa.”(Al-Hujurat
: 12)
Tidak
termasuk berprasangkayang di haramkan yaitu berprasangka kepada orang yang
menerjunkan diri di tempat yang di ragukan kebaikannya atau tempat-tempat yang
patut di tuduh negatif, tidak di larang juga berprasangka terhadap soal-soal
gelap atau penggelapan dan berprasangka baik kepada Allah SWT.
Ternasuk
berprasangka yang di haramkan kenabian, karena masalah-masalah tersebut
seharusnya di yakini.
Hadist ini
di pergunakan juga untuk dalil, tidak boleh mengerjakan perbuatan-perbuatan
hasil ijtihad dan pendapat akal yang tidak sesuai dengan Al-Qur’an dan
As-Sunnah, karena hal itu di anggap produk bersangka atau menduga-duga.
Akan tetapi
persoalan itu di sanggah, bahwa bersangka yang di haramkan ialah berprasangka
yang polos dari dalil, tidak berdasarkan sumber pokok masalah dan tanpa
penelitian.
Rasulullah
saw telah memberi gambaran bahwa bersangka itu perkataan yang paling dusta.
Hal itu ada
dua segi kesulitan :
a)
Bahwa
bersangka itu tidak dari bentuk perkataan sehingga dinilai sebagai perkataan
yang paling dusta, bahkan dari perbuatan jiwa.
b)
Bahwa tujuan
dusta yang tidak bersandar dengan bersangka adalah lebih dahsyat dari pada
dusta yang bersandarkan bersangka, maka bagaimana di katakan bahwa berprasangka
itu perkataan yang paling dusta.
Jawaban
untuk yang pertama, bahwa sesungguhnya berprasangka itu bisikan jiwa; maka
dikatakan dusta jika tidak sesuai dengan kenyataan; atau yang dimaksud dengan
bersangka itu kata-kata yang keluar dari padanya.
Jawaban
untuk yang kedua, bahwa sesungguhnya gambaran yang seperti diatas ialah
bersangka yang tidak bersandar kepada sesuatu atau tidak sesuai dengan
kenyataan, maka yang demikian itu dusta atau perkataan yang sangat dusta,
karena tertipu dengan cara tersebut lebih banyak dari pada tertipu dengan dusta
semata-mata ; sebab bersangka itu lebih samar di banding dengan dusta semata ;
sehingga orang berdosa sebab bersangka itu tidak terasa.
Yang ketiga
jangan menyelidik-nyelidiki dan jangan menerka-nerka Al-Qur’an telah melarang
menyelidik-nyelidik. Yang dimaksud ialah menyelidiki aib orang lain dan
mencari-cari rahasia yang paling tersembunyi dengan cara apapun. Cukuplah bagi
kita melihat yang tampak saja, dan yang tidak kelihatan atau yang rahasia kita
serahkan saja kepada Allah yang Mha Mengetahui.
Memang, jika
sekiranya dengan menyelidiki itu sebagai jalan untuk menolak bahaya atau
kerusakan yang akan terjadi atau untuk menemukan sesuatu yang maslahat atau
yang lebihmaslahat, maka tidak di larang atau tidak di haramkan. Sebagaimana
jika kita mengetahui atau mendengar ada orang merencanakan perbuatan dosa akan
membunuh atau mencuri misalnya, kemudian kita menyelidiki usaha-usahanya agar
supaya kita bisa menggagalkan dan menolak terjadinya perbuatan dosa tersebut
atau agar kita bisa menangkap mereka. Atau kita menyelidiki untuk mengetahui
mereka yang telah melakukan pelanggaran atau kejahatan kemudian lari, maka yang
demikian itu tidak berdosa.
Keempat
jangan saling mendengki. Artinya jangan seorang diantara kamu mendengki yang
lain dengan harapan hilangnya nikmat yang telah diterima agar supaya beralih
pindah kepadanya atau kepada orang lain. Baik nikmat itu berupa harta kekayaan
atau lain-lainnya. Karena yang demikian itu bukan karakter orang yang beriman
yang seharusnya mereka cinta kepada sesama orang yang beriman, sebagaimana
mereka cinta kepada diri sendiri.
Sungguh
Allah SWT telah melarang perbuatan yang demikian itu dengan firman-Nya
Artinya : “Jangan kamu iri hati
terhadap apa-apa yang telah di lebihkan
oleh Allah kepada sebagian kamu diatas sebagian yang lain.” (An Nisa
: 31)
Dan Allah telah perintahkan kita
berlindung diri dari kejahatan orang yang iri hati, dengan firman Nya :
Artinya : “Katakanlah : “Aku
berlindung diri kepada Tuhannya falak. Dari kejahatannya makhluk..... Dan dari
orang yang iri hati, jika dia mendengki.” (Al-Falaq :1-5)
Sungguh perbuatan iri hati itu
sangat tercela, meskipun dia tidak berusaha mengambil nikmat dari orang lain
yang di dengki.
Memang jika sekiranya terdekik di
hati seseorang sifat iri hati, lalu dia sudah berusaha mencegahnya akan tetapi
tidak mampu, maka masih bisa di ampuni. Sebagaimana firman Allah SWT :
Artinya : “Sesungguhnya
orang-orang yang bertakwa, jika mereka tersentuh oleh tipu daya setan, maka
mereka segera ingat serta sadar dan merekapun menjadi tahu (yang benar)”.(Al-A’raf
: 200)
Kelima jangan saling marah. Yang di
maksud ialah menjauhi sebab-sebab yang menimbulkan marah. Karena marah itu
tidak terjadi kecuali ada sebabnya yang mengawali. Maka setiap yang menjadi
sebabnya benci dan permusuhan, adalah larangan bagi manusia untuk melakukannya.
Memang marah yang karena Allah adalah terpuji, karena tidak suka tejadinya
kejahatan dan menginginkan agar manusia terhindar dari kejahatan sehingga
menjadi suci. Ini adalah perasaan mulia dan sifat terpuji yang tidak boleh
terhindar dari setiap orang yang beriman.
Keenam jangan saling membelakangi.
Yakni jangan saling mendiamkan dan saling memusuhi. Adapun yang dimaksud dengan
larangan di dalam hadist ini ialah memutus hubungan dan saling mendiamkan. Kata
Imam Malik : “saya tidak menganggap saling mendiamkan, kecuali engan damai,dia
berpaling dari cinta damai.Hal ini termasuk saling membelakangi.
Ketujuh perintah
bersaudara.Rasulullah saw.telah menyuruh kita besaudara di dalam sabdahnya;
‘Jadilah kamu semua hamba Allah yang bersaudara sebagaimana Allah telah menyuruh
kamu.’Artinya jadilah kamu bersaudara sebagaimana saudara senasab atau
keseturunan dalam perasaan kasih sayang,tolong menolong dan saling memberi
nasehat.sebagaimana Allah telah berfirman yang artinya : “sesungguhnya
orang-orang mukmin itu bersaudara”. Meskipun firman ini berbentuk bukan kalimat
perintah, tetapi mengandung perintah. Yang dimaksud dengan firman ini hendaknya
ada perasaan dikalangan orang-orang beriman sebagaimana adanya perasaan di
kalangan satu keluarga dalam satu rumah. Setiap individu berusaha untuk
kemaslahatan yang lain siap sedia untuk menghindarkan segala marabahaya dari
padanya. Karena tali ikat hubungan iman itu diatas lebih kuat dari pada tali
ikat hubungan nasab atau keluarga. Sehingga di jelaskan bahwa tidak harus taat
kepada siapapun termasuk ayah bilamana dia menyuruh berbuat durhaka. Ingat
firman Allah :
bÎ)urš‚#y‰yg»y_#’n?tãbr&š‚Íô±è@’Î1$tB}§øŠs9y7s9¾ÏmÎ/ÖNù=ÏæŸxsù$yJßg÷èÏÜè?($yJßgö6Ïm$|¹ur’Îû$u‹÷R‘‰9$#$]ùrã÷ètB(ôìÎ7¨?$#urŸ@‹Î6y™ô`tBz>$tRr&¥’n<Î)4¢OèO¥’n<Î)öNä3ãèÅ_ötBNà6ã¥Îm;tRé'sù$yJÎ/óOçFZä.tbqè=yJ÷ès?ÇÊÎÈ
Artinya : “Jika keduanya (ayah
ibu) memaksa kamu melakukan Aku dengan sesuatu dengan sesuatu yang tidak kamu
ketahuinya, maka jangan kamu taati akan tetapi pergaulilah mereka di dunia ini
dengan baik.” (Luqman : 15)
Kedelapan
yang di perlukan dalam persaudaraan orang Islam itu saudara bagi︣ orang Islam
lainnya. Maka di larang menganiaya, di larang merendahkan, dan di larang
menghinanya cukup seseorang di anggap jelek jika dia menghina saudaranya sesama
Islam. Yang di maksud dengan persaudaraan muslim dengan muslim lainnya yaitu
kuatnya tali hubungan di antara keduanya sehingga mengundang cinta kasih,
sayang dan lemah lembut serta tolong menolong di dalam hal yang baik dengan
tulus ikhlas dan bersedia pula memberi nasehat.
Persaudaraan
ini mengundang agar masing-masing menjauhkan diri dari sifat-sifat yang
berlawanan. Maka seorang muslin tidak boleh mengurangi hak milik dan hak asasi
saudaranya, tidak boleh merendahkan atau mengentengkan jika diseru untuk
menolongnya dalam urusan yang hak dan tidak boleh meremehkan dan menghinanya.
Karena yang demikian itu bisa memutuskan persaudaraan muslim di anggap jahat
karena dia melakukan penghinaan yang menyebabkan putusnya hubungan dan
menimbulkan peperangan.
Kesembilan
yang di haramkan bagi orang Islam. Tiap-tiap orang Islam terhadap orang Islam
lainnya, di haramkan darahnya, harta bendanya dan kehormatannya. Maksudnya agar
orang Islam menjaga hak milik dan hak asasi saudaranya serta tidak boleh
melampauinya atau menguasai dengan cara tidak di benarkan.
Tidak
boleh mengambil hartanya,dengan cara mencuri atau merampok,atau dengan jalan
curang dalam pergaulan dan tidak boleh menodai sifat-sifat dan akhlak baiknya,
ayahnya atau neneknya atau orang yang berjenjang ketururnan dengannya.maka
seharusnya dia menjaga kemuliaanya dan kehormatanya.
Kesepuluh
di dalam hadist diterangkan : “Sungguh Allah tidak memperhatikan parasmu,dan
bentuk badanmu, akan tetapi Dia memperhatikan hatimu dan amal perbuatanmu,
karena sesungguhnya hati dan amal adalah letak ketakwaan seseorang.”
Sesungguhnya
nilai dari seseorang itu tidak terpancang tidak bagusnya pakaian, tidak pada
parasnya yang cantik dan bukan badanya yang besar, akan tetapi nilai harga diri
seseorang itu tergantung pada amal perbuatan yang baik yang timbul dari hati mukhlish.Maka
barang siapa bersih hatinya, penuh dengan cara taqwa kepada Allahserta mengakui
serta mengakui keagungan-Nya, cinta berbuat baik kepada sesama manusia dan
bermunculan dari padanya perbuatan-perbuatan yang shaleh yang menjadikan baik
dirinya, keluarganya dan umatnya serta dia jujung tinggi martabat agamanya,
maka dia itulah orang yang mendapat perhatian Allah dan penjagaa-Nya, mendapat
rahmat dan pahala-Nya, meskipun dia sederhana pakaiannya bahkan sampai meskipun
kotor,kurus badanya tidak simpatik bagi setiap yang memandang.
Maka
hendaknya kita memperhatikan dan mengutamakan kebersihan batin dan jiwa serta
bercepat-cepat kepada semua kebaikan, takut di sibukkan oleh perhatian terhadap
yang lahir yang tampak sehingga terlena tidak memperhatikan yang batin dan
kesucian jiwa. Karena yang demikian itu, yakni perhatian kepada yang lahir dan
lupa terhadap yang batin, ibaratnya mengutamakan mengambil kulit meninggalkan
isinya atau buahnya.
Nasuha – sekiraanya mereka
masih bisa sadar mau tobat, maka bagaimana mereka bisa terhindar dari dosa
orang-orang yang telah mereka sesatkan karena kebodohannya.
Sungguh Rasulullah saw. telah
menjelaskan bahwa termasuk demonstrasi dan memperlihat-lihatkan termasuk keji
dan kasar, teledor dan menggampangkan, tidak memperlihatkan soal-soal Agama,
dan pengawasan Allah yang Maha mengawasi lagi mengetahui perasaan orang-orang
Islam, seseorang yang berbuat dosa di malam hari mengerjakan perbuatan keji
dialing-aling kegelapan malam, pada saat itu orang-orang sama tidak mengetahui
dan mata tidak sama melihatnya, meskipan Allah Maha mengetahuinya dan pena-pena
para malaikat sama mencatatnya.Kemudian pagi harinya tetap tidak ada yang
mengetahui perbuatan dosanya, kecuali Allah yang Maha mengetahui segala yang
ghaib, yang Maha menutupi segala dosa, maka dia sendiri yang merobek sitar,
yang menyingkap rahasia perbuatan dosanya, dan perilaku kejahatannya, menodai
kehormatannya berlumuran dosa dan kotoran setan, maka dia berkata kepada
orang-orang ketika di pagi harinya sedangkan arena penuh dengan teman-teman jahatnya,
dan orang –orang yang suka melampiaskan nafsu syahwatnya : “Aungguh aku tadi
malam telah berbuat demikian dengan sebebas-bebasnya, aku minum arak, main judi
sampai semalam suntuk dengan senang sekali.... dan seterusnya”. Maka dia
sendiri yang menyingkapkan sitir dari Allah serta membukakan pribadinya yang
berdosa kepada manusia, perbuatannya yang munkar dan dia siar-siarkan sendiri
kejahatan kawan-kawannya yang laki-laki maupun yang perempuan sehingga
terpengaruh kepada ceritanya dan kisahnya orang-orang yang didalam hatinya ada
penyakit. Lalu mereka mencari-cari kesempatan malam seperti malam yang telah
dia alami, semalam suntuk seperti yang telah dia pergunakan. Inilah perbuatan
tolol dan bodoh, dan inilah keteledoran yang merugikan dan inilah musuh yang
sebenarnya bagi dirinya, dan inilah setan-setan manusia yang saling membisiki
dengan rayuan kata-kata tipuan, mengkisahkan yang batil dan yang dosa. Maka
tidak di ragukan lagi bahwa semua ini adalah perbuatan mereka yang
mendemonstrasikan kejahatan dan mereka tidak akan di ampuni.
Rasulullah saw juga bersabda :
Artinya :
dari Abu Hurairah r.a, berkata Rasulullah saw bersabda, Tahukah kamu apakah
ghibah itu ? jawab sahabat Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui, Nabi
bersabda : Yaitu menyebut saudaramu dengan apa-apa yang ia tidak suka kamu
menyebutnya, ditanya : bagaimana pendapatmu kalau itu memang sebenarnya ada
padanya ? kalau memang sebenarnya begitu itulah yang dinamakan ghibah, tetapi
kalau menyebut yang sebenarnya tidak ada padanya berarti kamu telah menuduhnya
dengan kebohongan (yang lebih besar dosanya). (H.R. Muslim).
Hadis
tersebut memberikan penjelasan bahwa kata tidak boleh atau dilarang menyebut
orang lain dengan tuduhan, sebab tuduhan yang benar tidak menjadi apa-apa, akan
tetapi kalau tidak benar dan tidak di sukainya, maka di sebut ghibah dan ghibah
itu prmbohong, oleh karena itu termasuk dosa besar karena menuduh tanpa bukti.
Artinya
: dari Abu Hurairah r.a berkata : Rasulullah saw bersabda : Semua ysng ada pada
seseorang muslim, terhadap muslim lainnya haram diganggu darahnya;
kehormatannya dan harta bendanya. (H.R. Muslim).
1). Keterangan
Jadi
hadist di atas memberikan kejelasan bahwa telah di larang oleh Nabi Muhammad
saw, mengenai orang muslim yaitu setiap muslim di haramkan untuk di bunuh, di
zinahi, dan harta bendanya. Dengan kata lain bahwa ketiga hal tersebut di
haramkan untuk di ganggu oleh orang lain.
Berkaitan
dengan hal ini, di Al-Qur’an juga telah di paparkan yang antara lain dalam
firman-Nya :
Ÿwur=tGøótƒNä3àÒ÷è/$³Ò÷èt/4=Ïtä†r&óOà2߉tnr&br&Ÿ@à2ù'tƒzNóss9ÏmŠÅzr&$\GøŠtBçnqßJçF÷dÌs3sù4(#qà)¨?$#ur©!$#4¨bÎ)©!$#Ò>#§qs?×LìÏm§‘ÇÊËÈ
Artinya : dan janganlah saling mengumpat sebagian kamu
terhadap sebagian yang lainnya, sukakah salah seorang dari kamu memakan daging bangkai
saudaranya yang telah mati pasti kamu jijik, maka bertakwalah kamu kepada
Allah, sesungguhnya Allah menerima taubat dan pengasih. (Al-Hujurat : 12)
Ÿwurß#ø)s?$tB}§øŠs9y7s9¾ÏmÎ/íOù=Ïæ4¨bÎ)yìôJ¡¡9$#uŽ|Çt7ø9$#uryŠ#xsàÿø9$#ur‘@ä.y7Í´¯»s9'ré&tb%x.çm÷YtãZwqä«ó¡tBÇÌÏÈ
Artinya : dan jangan mengikuti apa-apa yang kamu tidak
mengetahuinya, sesungguhnya pendengaran, penglihatan mata hati (pikiran) itu
semua akan di tuntut. (Q.S. Al-Isra’ : 36)
Sehubungan
dengan sikap mengumpat, mencaci dan mempergunjingkan orang lain yang di
paparkan oleh Allah dan Rasul-Nya pada dasarnya menjaga manusia agar tidak
tergelincir dari perbuatan yang baik, sebab kesatabilan jiwa seseorang terletak
pad sikapnya terhadap orang lain. Dalam hal ini di tuntut agar berbuat
kebajikan.
Bab III
Penutup
A.
Kesimpulan
Sebagai
kesimpulan saya akan menjawab pertanyaan yang di angkat pada rumusan masalah
yang ada di atas yaitu :
·
Ghibah secara
bahasa, merupakan musytaq dari al-ghib, artinya lawan dari nampak, yaitu segala
sesuatu yang tidak diketahui bagi manusia baik yang bersumber dari hati atau
bukan dari hati. Maka ghibah menurut bahasa ialah membicarakan orang lain tanpa
sepengetahuannya baik isi pembicaraan itu disenanginya ataupun tidak
disenanginya, kebaikan maupun keburukan. Secara definisi ghibah adalah seorang
muslim membicarakan saudaranya sesama muslim tanpa sepengetahuannya tentang
hal-hal keburukannya dan yang tidak disukainya, baik dengan tulisan maupun
lisan, terang-terangan maupun sindiran.
·
Buruk SangkaBuruk
sangka (su'u dzan) adalah salah satu daripada sifat-sifat mazmumah
(buruk/tercela). Manakala mencari-cari kesalahan orang lain pula hadir apabila
wujudnya sangkaan buruk di dalam hati manusia. Apabila timbulnya buruk sangka,
maka sudah tentu rasa ingin mencari kesalahan seseorang itu timbul sehingga
terbukalah kesalahan, aib atau kelemahan seseorang itu yang menyebabkan si
pelaku itu berasa puas. Ia adalah suatu penyakit hati yang akan menyerang
sesiapa sahaja. Hanya keimanan dan ketaqwaan yang kukuh mampu mengatasi rasa
buruk sangka dan mencari kesalahan orang lain ini.
B.
Saran
Semoga
makalah ini berguna bagi kita semua dan dalam kesempatan ini saya ingin
mengajukan perminta maafan jika ada salah penulisan ataupun dalam penyajian.
Wssalam......
Daftar
Pustaka
Prof.Dr.H.M
Noor Sulaiman PI, Hadist-Hadist Pilihan “Kajian Tekstual dan Kontekstual”
[1]http://alhabaib.blogspot.com/2012/03/hadits-tentang-larangan-ghibah.html. Di akses pada tgl :
11.April.2013, pukul : 14.00 Wita
[4]http://addienblog.blogspot.com/2012/03/larangan-buruk-sangka-dan-mencari-cari.html.di akses pd tgl : 24
april 2013, pukul : 13.44 WITA