Monday, October 14, 2013

hadis tingkah laku tercela

“Tingkah Laku Tercela”
Untuk Memenuhi Persyaratan Mata Kuliah “Hadis”
Dosen Pembimbing :
Drs. Muh. Syakur Rahman M.PdI
Disusun
O
L
E
H
Abdul rifan potabuga
11.2.3.048
Tarbiyah / PAI 2
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri
(STAIN) Manado
Bab I
Pendahuluan
A.    Latar Belakang
Tingkah laku yang tercela merupakan tingkah laku yang sangat di benci Allah dan Rasul-Nya. Seorang muslim yang unggul, kata Nabi Muhammad saw, “orang yang paling banyak memberikan manfaat bagi kehidupan sesamanya” khairunnas anfa’ahum linnas”. Dan untuk dapat memberikan manfaat bagi orang lain maka diperlukan wawasan moral yang jelas. Hidup yang tidak memberi manfaat tentu saja akan menjadi kesia-siaan belaka. Karena itu Nabi Muhammad saw memberikan penjelasan lebih jauh, manusia yang unggul adalah yang baik akhlaknya. Dengan kata lain, seorang muslim adalah lidah dan tangannya tidak menyakitkan kepada orang lain, sebaliknya lidah dan tangannya selalu menyelamatkan kepada orang lain atau sesamanya. Maka dengan akhlak yang tercela maka sungguh kita akan sangat merugikan orang di sekitar kita dan bahkan diri kita sendiri. Ghibah, buhtan serta buruk sangka adalah tingkah laku tercela yang di dominasi oleh perkataan kita yang jangan kita anggap enteng karena kita tahu bersama lidah kita sangat manis jika mengucapkan hal yang baik tapi bisa menjadi penghancur jasad jika di gunakan dalam hal yang negatif
B.     Rumusan masalah
1.      Apa yang di maksud dengan Ghibah dan Buhtan ?
2.      Apa yang di maksud dengan Buruk sangka ?
C.     Tujuan
Tujuan saya menyusun makalah ini selain untuk memenuhi persyaratan mata kulia saya juga ingin memahami dan memberi pemahaman bagi pembaca tentang tingkah laku yang tercela yang meliputi ghibah, buhtan serta buruk sangka. Agar kita semua terjaga dari perbuatan yang nanti bisa membawa kita pada kerugian besar.


Bab II
Pembahasan
v  Perbuatan yang tercela
A.    Gibah dan Buhtan
Secara bahasa, merupakan musytaq dari al-ghib, artinya lawan dari nampak, yaitu segala sesuatu yang tidak diketahui bagi manusia baik yang bersumber dari hati atau bukan dari hati. Maka ghibah menurut bahasa ialah membicarakan orang lain tanpa sepengetahuannya baik isi pembicaraan itu disenanginya ataupun tidak disenanginya, kebaikan maupun keburukan.
Secara definisi ghibah adalah seorang muslim membicarakan saudaranya sesama muslim tanpa sepengetahuannya tentang hal-hal keburukannya dan yang tidak disukainya, baik dengan tulisan maupun lisan, terang-terangan maupun sindiran.[1]Menurut Ibnu Mas’ud r.a. definisi ghibah adalah
”Ghibah adalah engkau menyebutkan apa yang kau ketahui pada saudaramu, dan jika engkau mengatakan apa yang tidak ada pada dirinya berarti itu adalah kedustaan.
Wajib bagi orang yang hadir dalam majlis yang sedang menggunjing orang lain, untuk mencegah kemungkaran dan membela saudaranya yang dipergunjingkan. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam amat menganjurkan hal demikian, sebagaimana dalam sabdanya.
Artinya : “Barangsiapa menolak (ghibah atas) kehormatan saudaranya, niscaya pada hari kiamat Allah akan menolak menghindarkan api Neraka dari wajahnya”. (HR Ahmad)[2]
Kadang orang tidak sadar ia telah melakukan ghibah dan saat diperingatkan ia menjawab ” Yang saya katakan ini benar adanya! ” Padahal Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dengan tegas menyatakan perbuatan tersebut adalah ghibah. Ketika ditanyakan kepada beliau bagaimana bila yg disebut-sebut itu memang benar adanya pada orang yg sedang digunjing-kan beliau menjawab ” Jika yg engkau gunjingkan benar adanya pada orang tersebut maka engkau telah melakukan ghibah dan jika yg engkau sebut tidak ada pada orang yg engkau sebut maka engkau telah melakukan dusta atasnya.
Beberapa bentuk dan jenis ghibah, di antaranya:
1.      Aib dalam agama. Seperti kata-kata pada sesama muslim: Dia itu fasiq, atau fajir (suka berbuat dosa), pengkhianat, zhalim, melalaikan shalat, meremehkan terhadap najis, tidak bersih kalau bersuci, tidak memberikan zakat pada yang semestinya, suka meng-ghibah, dan sebagainya.
2.      Aib fisik. Seperti kata-katamu pada sesama muslim: Dia itu buta, tuli, bisu, lidahnya pelat/cadel, pendek, jangkung, hitam, gendut, ceking, dan sebagainya.
3.      Aib duniawi: Seperti kata-katamu pada sesama muslim: Dia itu kurang ajar, suka meremehkan orang lain, tukang makan, tukang tidur, banyak omong, sering tidur bukan pada waktunya, duduk bukan pada tempatnya, dan sebagainya.
4.      Aib keluarganya. Seperti kata-katamu pada sesama muslim: Dia itu bapaknya fasik, Cina, tukang batu, dan lain-lain.
5.      Aib karakter. Seperti kata-katamu pada sesama muslim: Dia itu buruk akhlaqnya, sombong, pendiam, terburu-buru, lemah, lemah hatinya, sembrono, dan lain-lain.
6.      Aib pakaian. Kedodoran bajunya, kepanjangan, ketat, melewati mata kaki, kucel/dekil, dan sebagainya.
7.      Ghibah di kalangan ulama. Seperti kata-katamu pada sesama muslim: Bagaimana sih kabarnya? (dengan maksud meremehkan), semoga Allah memperbaikinya, semoga Allah mengampuninya, kita memohon ‘afiah dari Allah, semoga Allah memaafkan kita karena kurang rasa malu, dan sebagainya semua kata dan doa yang maksudnya mengecilkan kedudukan orang lain.
8.      Prasangka buruk tanpa alasan. Prasangka buruk merupakan ghibah hati.
9.      Mendengar ghibah. Tanpa mengingkari/menegur, dan tidak meninggalkan majelis.
حَدّثَنَا قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيْزِبْنُ مُحَمَّدٍعَنْ الْعَلَا ءِ بْنِ عَبْدِالرَّ حْمَنِ عَنْ اَبِيْهِ عَنْ اَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ قِيْلَ يَا رَ سُولَ اللهِ مَا الْغِيْبَةُ قَالَ ذِكْرُكَ اَخَاكَ بِمَا يَكْرَ هُ قَالَ اَرَ اَيْتَ اِنْ كَانَ فِيْهِ مَا اَقُولُ قَالَ اِنْ كَانَ فِيهِ مَا تَقُوْلُ فَقَدْ اغْتَبَتَهُ وَاِنْ لَمْ يَكُنْ فِيْهِ مَا تَقُوْلُ فَقَدْ بَهَتَّهُ قَالَ وَفِى الْبَابِ عَنْ اَبِى بَرْ زَةَ وَابْنِ عُمَرَ وَعَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرِوَقَالَ اَبُوْ عِيْسَى هَذَا حَدِيْثُ حَسَنٌ صَحِيْحٌ
Telah menceritakan kepada kami Qutaibah, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz bin Muhammad dari Ala’ bin Abdurrahman dari bapaknya dari Abu Hurairah ia berkata : ditanyakan kepada Rasulullah, “wahai Rasulullah, apakah ghibah itu?” beliau menjawab: “ kamu menyebutkan tentang temanmu dengan sesuatu yang ia benci.” Ia bertanya lagi, “ bagaimana sekiranya apa yang kukatakan memang benar?”beliau menjawab: “ jika memang apa yang kamu katakan itu benar, maka sungguh kamu telah menggibahnya, namun jika apa yang kamu katakana itu tidak benar, maka sungguh kamu telah berdusta.” Hadissemaknajugadiriwayatkandari Abu Bazrah, ibnu Umar dan Abdullah bin Amar. Abu Isa berkata: iniadalahhadishasansohih.(H.R Tirmidzi).
·         Ghibah yg Diperbolehkan
Tidak semua jenis ghibah dilarang dalam agama. Ada beberapa jenis ghibah yg diperbolehkan yaitu yg dimaksudkan utk mencapai tujuan yg benar dan tidak mungkin tercapai kecuali dgn ghibah. Setidaknya ada enam jenis ghibah yg diperbolehkan.[3]
1.       Melaporkan perbuatan aniaya. Orang yg teraniaya boleh mela-porkan kepada hakim dgn mengatakan ia telah dianiaya oleh seseorang. Pada dasarnya ini adalah perbuatan ghibah namun krn dimaksudkan utk tujuan yg benar maka hal ini diperbolehkan dalam agama.
2.       Usaha utk mengubah kemungkaran dan membantu seseorang keluar dari perbuatan maksiat seperti mengutarakan kepada orang yg mem-punyai kekuasaan utk mengubah kemungkaran “Si Fulan telah berbuat tidak benar cegahlah dia!” Maksudnya adl meminta orang lain utk mengubah kemungkaran. Jika tidak bermaksud demikian maka ucapan tadi adl ghibah yg diharamkan.
3.       Bila seseorang berterus terang dgn menunjukkan kefasikan dan kebid’ahan seperti minum arak berjudi dan lain sebagainya maka boleh menyebut seseorang tersebut dgn sifat yg dimaksudkan namun ia tidak boleh menyebutkan aib-aibnya yg lain.
4.       Untuk memberi penjelasan dgn suatu sebutan yg telah masyhur pada diri seseorang. Seperti menyebut dgn sebutan si bisu si pincang dan lainnya. Namun hal ini tidak diperbolehkan bila dimaksudkan utk menunjukkan kekurangan seseorang. Tapi alangkah baiknya bila memanggilnya dgn julukan yg ia senangi.
5.       Untuk tujuan meminta nasehat. Misalnya dgn mengucapkan “Ayah saya telah berbuat begini kepada saya apakah perbuatannya itu diperbolehkan? Bagaimana caranya agar saya tidak diperlakukan demikian lagi? Bagaimana cara mendapatkan hak saya?” Ungkapan demikian ini diperbolehkan. Tapi lbh selamat bila ia mengutarakannya dgn ungkapan misalnya “Bagaimana hukum-nya bila ada seseorang yg berbuat begini kepada anaknya apakah hal itu diperboleh-kan?” Ungkapan semacam ini lbh selamat krn tidak menyebut orang tertentu.
6.       Untuk memperingatkan atau menasehati kaum muslimin . Contoh dalam hal ini adl jarh yg dilakukan para ulama hadits. Hal ini diper-bolehkan menurut ijma’ ulama bahkan menjadi wajib krn mengandung masla-hat utk umat Islam.
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam amat menganjurkan kita menjauhi ghibah, sebagaimana dalam sabdanya. "Artinya : Barangsiapa menolak (ghibah atas) kehormatan saudaranya, niscaya pada hari kiamat Allah akan menolak menghindarkan api Neraka dari wajahnya". (HR Ahmad).
B.     Buruk sangka
Buruk sangka (su'u dzan) adalah salah satu daripada sifat-sifat mazmumah (buruk/tercela). Manakala mencari-cari kesalahan orang lain pula hadir apabila wujudnya sangkaan buruk di dalam hati manusia. Apabila timbulnya buruk sangka, maka sudah tentu rasa ingin mencari kesalahan seseorang itu timbul sehingga terbukalah kesalahan, aib atau kelemahan seseorang itu yang menyebabkan si pelaku itu berasa puas. Ia adalah suatu penyakit hati yang akan menyerang sesiapa sahaja. Hanya keimanan dan ketaqwaan yang kukuh mampu mengatasi rasa buruk sangka dan mencari kesalahan orang lain ini.[4]
Dalam hadis ini Rasulullah saw mencegah kita umat Islam melakukan enam larangan : 1) menuduh seseorang yang berdasarkan prasangka yang elum dapat dibuktikan, 2) mencari-cari ke’aiban orang untuk kepentingan diri, 3) mencari-cari ke’aiban yang lain, 4) berdengki-dengkian dan berbenci-bencian, 5) jangan saling marah, dan 6) jangan memutuskan hubungan.
Sesudah itu Nabi saw menyuruh supaya umat Islam satu sama lainnya bersaudara.
Lebih lanjut marilah kita ikuti keterangan dan uraian yang berhubungan dengan perintah-perintah itu sebagai berikut :
1.      Jauhilah dirimu dari berprasangka buruk. Prasangka buruk di sini artinya menuduh seseorang berdasarkan sangkaan saja, misalnya seseorang yang menuduh orang lain yang berbuat keji tanpa menunjukkan bukti-bukti perbuatannya. Maka ini adalah prasangka buruk, prasangka yang ttidak baik menurut hukum syara’ di tinjau dari segi akhlak. Itulah yang dilarang Allah, sebagaimana firman Nya dalam Al-Qur’an :
$pkšr'¯»tƒtûïÏ%©!$#(#qãZtB#uä(#qç7Ï^tGô_$##ZŽÏWx.z`ÏiBÇd`©à9$#žcÎ)uÙ÷èt/Çd`©à9$#ÒOøOÎ)(Ÿwur(#qÝ¡¡¡pgrBŸwur=tGøótƒNä3àÒ÷è­/$³Ò÷èt/4=Ïtär&óOà2ßtnr&br&Ÿ@à2ù'tƒzNóss9ÏmŠÅzr&$\GøŠtBçnqßJçF÷d̍s3sù4(#qà)¨?$#ur©!$#4¨bÎ)©!$#Ò>#§qs?×LìÏm§ÇÊËÈ
Artinya : “hai orang-orang yang beriman, jauhilah oleh mu, banyak berprasangka buruk, karena sesungguhnya sebagaiandari berprasangka buruk itu dosa.”(Al-Hujurat : 12)
Tidak termasuk berprasangkayang di haramkan yaitu berprasangka kepada orang yang menerjunkan diri di tempat yang di ragukan kebaikannya atau tempat-tempat yang patut di tuduh negatif, tidak di larang juga berprasangka terhadap soal-soal gelap atau penggelapan dan berprasangka baik kepada Allah SWT.
Ternasuk berprasangka yang di haramkan kenabian, karena masalah-masalah tersebut seharusnya di yakini.
Hadist ini di pergunakan juga untuk dalil, tidak boleh mengerjakan perbuatan-perbuatan hasil ijtihad dan pendapat akal yang tidak sesuai dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah, karena hal itu di anggap produk bersangka atau menduga-duga.
Akan tetapi persoalan itu di sanggah, bahwa bersangka yang di haramkan ialah berprasangka yang polos dari dalil, tidak berdasarkan sumber pokok masalah dan tanpa penelitian.
Rasulullah saw telah memberi gambaran bahwa bersangka itu perkataan yang paling dusta.
Hal itu ada dua segi kesulitan :
a)      Bahwa bersangka itu tidak dari bentuk perkataan sehingga dinilai sebagai perkataan yang paling dusta, bahkan dari perbuatan jiwa.
b)      Bahwa tujuan dusta yang tidak bersandar dengan bersangka adalah lebih dahsyat dari pada dusta yang bersandarkan bersangka, maka bagaimana di katakan bahwa berprasangka itu perkataan yang paling dusta.
Jawaban untuk yang pertama, bahwa sesungguhnya berprasangka itu bisikan jiwa; maka dikatakan dusta jika tidak sesuai dengan kenyataan; atau yang dimaksud dengan bersangka itu kata-kata yang keluar dari padanya.
Jawaban untuk yang kedua, bahwa sesungguhnya gambaran yang seperti diatas ialah bersangka yang tidak bersandar kepada sesuatu atau tidak sesuai dengan kenyataan, maka yang demikian itu dusta atau perkataan yang sangat dusta, karena tertipu dengan cara tersebut lebih banyak dari pada tertipu dengan dusta semata-mata ; sebab bersangka itu lebih samar di banding dengan dusta semata ; sehingga orang berdosa sebab bersangka itu tidak terasa.
Yang ketiga jangan menyelidik-nyelidiki dan jangan menerka-nerka Al-Qur’an telah melarang menyelidik-nyelidik. Yang dimaksud ialah menyelidiki aib orang lain dan mencari-cari rahasia yang paling tersembunyi dengan cara apapun. Cukuplah bagi kita melihat yang tampak saja, dan yang tidak kelihatan atau yang rahasia kita serahkan saja kepada Allah yang Mha Mengetahui.
Memang, jika sekiranya dengan menyelidiki itu sebagai jalan untuk menolak bahaya atau kerusakan yang akan terjadi atau untuk menemukan sesuatu yang maslahat atau yang lebihmaslahat, maka tidak di larang atau tidak di haramkan. Sebagaimana jika kita mengetahui atau mendengar ada orang merencanakan perbuatan dosa akan membunuh atau mencuri misalnya, kemudian kita menyelidiki usaha-usahanya agar supaya kita bisa menggagalkan dan menolak terjadinya perbuatan dosa tersebut atau agar kita bisa menangkap mereka. Atau kita menyelidiki untuk mengetahui mereka yang telah melakukan pelanggaran atau kejahatan kemudian lari, maka yang demikian itu tidak berdosa.
Keempat jangan saling mendengki. Artinya jangan seorang diantara kamu mendengki yang lain dengan harapan hilangnya nikmat yang telah diterima agar supaya beralih pindah kepadanya atau kepada orang lain. Baik nikmat itu berupa harta kekayaan atau lain-lainnya. Karena yang demikian itu bukan karakter orang yang beriman yang seharusnya mereka cinta kepada sesama orang yang beriman, sebagaimana mereka cinta kepada diri sendiri.
Sungguh Allah SWT telah melarang perbuatan yang demikian itu dengan firman-Nya
Artinya : “Jangan kamu iri hati terhadap apa-apa yang telah di lebihkan  oleh Allah kepada sebagian kamu diatas sebagian yang lain.” (An Nisa : 31)
Dan Allah telah perintahkan kita berlindung diri dari kejahatan orang yang iri hati, dengan firman Nya :
Artinya : “Katakanlah : “Aku berlindung diri kepada Tuhannya falak. Dari kejahatannya makhluk..... Dan dari orang yang iri hati, jika dia mendengki.” (Al-Falaq :1-5)
Sungguh perbuatan iri hati itu sangat tercela, meskipun dia tidak berusaha mengambil nikmat dari orang lain yang di dengki.
Memang jika sekiranya terdekik di hati seseorang sifat iri hati, lalu dia sudah berusaha mencegahnya akan tetapi tidak mampu, maka masih bisa di ampuni. Sebagaimana firman Allah SWT :
Artinya : “Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa, jika mereka tersentuh oleh tipu daya setan, maka mereka segera ingat serta sadar dan merekapun menjadi tahu (yang benar)”.(Al-A’raf : 200)
Kelima jangan saling marah. Yang di maksud ialah menjauhi sebab-sebab yang menimbulkan marah. Karena marah itu tidak terjadi kecuali ada sebabnya yang mengawali. Maka setiap yang menjadi sebabnya benci dan permusuhan, adalah larangan bagi manusia untuk melakukannya. Memang marah yang karena Allah adalah terpuji, karena tidak suka tejadinya kejahatan dan menginginkan agar manusia terhindar dari kejahatan sehingga menjadi suci. Ini adalah perasaan mulia dan sifat terpuji yang tidak boleh terhindar dari setiap orang yang beriman.
Keenam jangan saling membelakangi. Yakni jangan saling mendiamkan dan saling memusuhi. Adapun yang dimaksud dengan larangan di dalam hadist ini ialah memutus hubungan dan saling mendiamkan. Kata Imam Malik : “saya tidak menganggap saling mendiamkan, kecuali engan damai,dia berpaling dari cinta damai.Hal ini termasuk saling membelakangi.
Ketujuh perintah bersaudara.Rasulullah saw.telah menyuruh kita besaudara di dalam sabdahnya; ‘Jadilah kamu semua hamba Allah yang bersaudara sebagaimana Allah telah menyuruh kamu.’Artinya jadilah kamu bersaudara sebagaimana saudara senasab atau keseturunan dalam perasaan kasih sayang,tolong menolong dan saling memberi nasehat.sebagaimana Allah telah berfirman yang artinya : “sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara”. Meskipun firman ini berbentuk bukan kalimat perintah, tetapi mengandung perintah. Yang dimaksud dengan firman ini hendaknya ada perasaan dikalangan orang-orang beriman sebagaimana adanya perasaan di kalangan satu keluarga dalam satu rumah. Setiap individu berusaha untuk kemaslahatan yang lain siap sedia untuk menghindarkan segala marabahaya dari padanya. Karena tali ikat hubungan iman itu diatas lebih kuat dari pada tali ikat hubungan nasab atau keluarga. Sehingga di jelaskan bahwa tidak harus taat kepada siapapun termasuk ayah bilamana dia menyuruh berbuat durhaka. Ingat firman Allah :
bÎ)urš#yyg»y_#n?tãbr&šÍô±è@Î1$tB}§øŠs9y7s9¾ÏmÎ/ÖNù=ÏæŸxsù$yJßg÷èÏÜè?($yJßgö6Ïm$|¹urÎû$u÷R9$#$]ùrã÷ètB(ôìÎ7¨?$#urŸ@Î6yô`tBz>$tRr&¥n<Î)4¢OèO¥n<Î)öNä3ãèÅ_ötBNà6ã¥Îm;tRé'sù$yJÎ/óOçFZä.tbqè=yJ÷ès?ÇÊÎÈ
Artinya : “Jika keduanya (ayah ibu) memaksa kamu melakukan Aku dengan sesuatu dengan sesuatu yang tidak kamu ketahuinya, maka jangan kamu taati akan tetapi pergaulilah mereka di dunia ini dengan baik.” (Luqman : 15)
                   Kedelapan yang di perlukan dalam persaudaraan orang Islam itu saudara bagi︣ orang Islam lainnya. Maka di larang menganiaya, di larang merendahkan, dan di larang menghinanya cukup seseorang di anggap jelek jika dia menghina saudaranya sesama Islam. Yang di maksud dengan persaudaraan muslim dengan muslim lainnya yaitu kuatnya tali hubungan di antara keduanya sehingga mengundang cinta kasih, sayang dan lemah lembut serta tolong menolong di dalam hal yang baik dengan tulus ikhlas dan bersedia pula memberi nasehat.
                   Persaudaraan ini mengundang agar masing-masing menjauhkan diri dari sifat-sifat yang berlawanan. Maka seorang muslin tidak boleh mengurangi hak milik dan hak asasi saudaranya, tidak boleh merendahkan atau mengentengkan jika diseru untuk menolongnya dalam urusan yang hak dan tidak boleh meremehkan dan menghinanya. Karena yang demikian itu bisa memutuskan persaudaraan muslim di anggap jahat karena dia melakukan penghinaan yang menyebabkan putusnya hubungan dan menimbulkan peperangan.
                   Kesembilan yang di haramkan bagi orang Islam. Tiap-tiap orang Islam terhadap orang Islam lainnya, di haramkan darahnya, harta bendanya dan kehormatannya. Maksudnya agar orang Islam menjaga hak milik dan hak asasi saudaranya serta tidak boleh melampauinya atau menguasai dengan cara tidak di benarkan.
                   Tidak boleh mengambil hartanya,dengan cara mencuri atau merampok,atau dengan jalan curang dalam pergaulan dan tidak boleh menodai sifat-sifat dan akhlak baiknya, ayahnya atau neneknya atau orang yang berjenjang ketururnan dengannya.maka seharusnya dia menjaga kemuliaanya dan kehormatanya.
                   Kesepuluh di dalam hadist diterangkan : “Sungguh Allah tidak memperhatikan parasmu,dan bentuk badanmu, akan tetapi Dia memperhatikan hatimu dan amal perbuatanmu, karena sesungguhnya hati dan amal adalah letak ketakwaan seseorang.”
                   Sesungguhnya nilai dari seseorang itu tidak terpancang tidak bagusnya pakaian, tidak pada parasnya yang cantik dan bukan badanya yang besar, akan tetapi nilai harga diri seseorang itu tergantung pada amal perbuatan yang baik yang timbul dari hati mukhlish.Maka barang siapa bersih hatinya, penuh dengan cara taqwa kepada Allahserta mengakui serta mengakui keagungan-Nya, cinta berbuat baik kepada sesama manusia dan bermunculan dari padanya perbuatan-perbuatan yang shaleh yang menjadikan baik dirinya, keluarganya dan umatnya serta dia jujung tinggi martabat agamanya, maka dia itulah orang yang mendapat perhatian Allah dan penjagaa-Nya, mendapat rahmat dan pahala-Nya, meskipun dia sederhana pakaiannya bahkan sampai meskipun kotor,kurus badanya tidak simpatik bagi setiap yang memandang.
                   Maka hendaknya kita memperhatikan dan mengutamakan kebersihan batin dan jiwa serta bercepat-cepat kepada semua kebaikan, takut di sibukkan oleh perhatian terhadap yang lahir yang tampak sehingga terlena tidak memperhatikan yang batin dan kesucian jiwa. Karena yang demikian itu, yakni perhatian kepada yang lahir dan lupa terhadap yang batin, ibaratnya mengutamakan mengambil kulit meninggalkan isinya atau buahnya.
                 Nasuha – sekiraanya mereka masih bisa sadar mau tobat, maka bagaimana mereka bisa terhindar dari dosa orang-orang yang telah mereka sesatkan karena kebodohannya.
                 Sungguh Rasulullah saw. telah menjelaskan bahwa termasuk demonstrasi dan memperlihat-lihatkan termasuk keji dan kasar, teledor dan menggampangkan, tidak memperlihatkan soal-soal Agama, dan pengawasan Allah yang Maha mengawasi lagi mengetahui perasaan orang-orang Islam, seseorang yang berbuat dosa di malam hari mengerjakan perbuatan keji dialing-aling kegelapan malam, pada saat itu orang-orang sama tidak mengetahui dan mata tidak sama melihatnya, meskipan Allah Maha mengetahuinya dan pena-pena para malaikat sama mencatatnya.Kemudian pagi harinya tetap tidak ada yang mengetahui perbuatan dosanya, kecuali Allah yang Maha mengetahui segala yang ghaib, yang Maha menutupi segala dosa, maka dia sendiri yang merobek sitar, yang menyingkap rahasia perbuatan dosanya, dan perilaku kejahatannya, menodai kehormatannya berlumuran dosa dan kotoran setan, maka dia berkata kepada orang-orang ketika di pagi harinya sedangkan arena penuh dengan teman-teman jahatnya, dan orang –orang yang suka melampiaskan nafsu syahwatnya : “Aungguh aku tadi malam telah berbuat demikian dengan sebebas-bebasnya, aku minum arak, main judi sampai semalam suntuk dengan senang sekali.... dan seterusnya”. Maka dia sendiri yang menyingkapkan sitir dari Allah serta membukakan pribadinya yang berdosa kepada manusia, perbuatannya yang munkar dan dia siar-siarkan sendiri kejahatan kawan-kawannya yang laki-laki maupun yang perempuan sehingga terpengaruh kepada ceritanya dan kisahnya orang-orang yang didalam hatinya ada penyakit. Lalu mereka mencari-cari kesempatan malam seperti malam yang telah dia alami, semalam suntuk seperti yang telah dia pergunakan. Inilah perbuatan tolol dan bodoh, dan inilah keteledoran yang merugikan dan inilah musuh yang sebenarnya bagi dirinya, dan inilah setan-setan manusia yang saling membisiki dengan rayuan kata-kata tipuan, mengkisahkan yang batil dan yang dosa. Maka tidak di ragukan lagi bahwa semua ini adalah perbuatan mereka yang mendemonstrasikan kejahatan dan mereka tidak akan di ampuni.
                 Rasulullah saw juga bersabda :
          Artinya : dari Abu Hurairah r.a, berkata Rasulullah saw bersabda, Tahukah kamu apakah ghibah itu ? jawab sahabat Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui, Nabi bersabda : Yaitu menyebut saudaramu dengan apa-apa yang ia tidak suka kamu menyebutnya, ditanya : bagaimana pendapatmu kalau itu memang sebenarnya ada padanya ? kalau memang sebenarnya begitu itulah yang dinamakan ghibah, tetapi kalau menyebut yang sebenarnya tidak ada padanya berarti kamu telah menuduhnya dengan kebohongan (yang lebih besar dosanya). (H.R. Muslim).
          Hadis tersebut memberikan penjelasan bahwa kata tidak boleh atau dilarang menyebut orang lain dengan tuduhan, sebab tuduhan yang benar tidak menjadi apa-apa, akan tetapi kalau tidak benar dan tidak di sukainya, maka di sebut ghibah dan ghibah itu prmbohong, oleh karena itu termasuk dosa besar karena menuduh tanpa bukti.
          Artinya : dari Abu Hurairah r.a berkata : Rasulullah saw bersabda : Semua ysng ada pada seseorang muslim, terhadap muslim lainnya haram diganggu darahnya; kehormatannya dan harta bendanya. (H.R. Muslim).
1). Keterangan
          Jadi hadist di atas memberikan kejelasan bahwa telah di larang oleh Nabi Muhammad saw, mengenai orang muslim yaitu setiap muslim di haramkan untuk di bunuh, di zinahi, dan harta bendanya. Dengan kata lain bahwa ketiga hal tersebut di haramkan untuk di ganggu oleh orang lain.
          Berkaitan dengan hal ini, di Al-Qur’an juga telah di paparkan yang antara lain dalam firman-Nya :
Ÿwur=tGøótƒNä3àÒ÷è­/$³Ò÷èt/4=Ïtär&óOà2ßtnr&br&Ÿ@à2ù'tƒzNóss9ÏmŠÅzr&$\GøŠtBçnqßJçF÷d̍s3sù4(#qà)¨?$#ur©!$#4¨bÎ)©!$#Ò>#§qs?×LìÏm§ÇÊËÈ
          Artinya : dan janganlah saling mengumpat sebagian kamu terhadap sebagian yang lainnya, sukakah salah seorang dari kamu memakan daging bangkai saudaranya yang telah mati pasti kamu jijik, maka bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah menerima taubat dan pengasih. (Al-Hujurat : 12)
Ÿwurß#ø)s?$tB}§øŠs9y7s9¾ÏmÎ/íOù=Ïæ4¨bÎ)yìôJ¡¡9$#uŽ|Çt7ø9$#uryŠ#xsàÿø9$#ur@ä.y7Í´¯»s9'ré&tb%x.çm÷YtãZwqä«ó¡tBÇÌÏÈ
        Artinya : dan jangan mengikuti apa-apa yang kamu tidak mengetahuinya, sesungguhnya pendengaran, penglihatan mata hati (pikiran) itu semua akan di tuntut. (Q.S. Al-Isra’ : 36)
          Sehubungan dengan sikap mengumpat, mencaci dan mempergunjingkan orang lain yang di paparkan oleh Allah dan Rasul-Nya pada dasarnya menjaga manusia agar tidak tergelincir dari perbuatan yang baik, sebab kesatabilan jiwa seseorang terletak pad sikapnya terhadap orang lain. Dalam hal ini di tuntut agar berbuat kebajikan.








Bab III
Penutup
A.    Kesimpulan
Sebagai kesimpulan saya akan menjawab pertanyaan yang di angkat pada rumusan masalah yang ada di atas yaitu :
·         Ghibah secara bahasa, merupakan musytaq dari al-ghib, artinya lawan dari nampak, yaitu segala sesuatu yang tidak diketahui bagi manusia baik yang bersumber dari hati atau bukan dari hati. Maka ghibah menurut bahasa ialah membicarakan orang lain tanpa sepengetahuannya baik isi pembicaraan itu disenanginya ataupun tidak disenanginya, kebaikan maupun keburukan. Secara definisi ghibah adalah seorang muslim membicarakan saudaranya sesama muslim tanpa sepengetahuannya tentang hal-hal keburukannya dan yang tidak disukainya, baik dengan tulisan maupun lisan, terang-terangan maupun sindiran.
·         Buruk SangkaBuruk sangka (su'u dzan) adalah salah satu daripada sifat-sifat mazmumah (buruk/tercela). Manakala mencari-cari kesalahan orang lain pula hadir apabila wujudnya sangkaan buruk di dalam hati manusia. Apabila timbulnya buruk sangka, maka sudah tentu rasa ingin mencari kesalahan seseorang itu timbul sehingga terbukalah kesalahan, aib atau kelemahan seseorang itu yang menyebabkan si pelaku itu berasa puas. Ia adalah suatu penyakit hati yang akan menyerang sesiapa sahaja. Hanya keimanan dan ketaqwaan yang kukuh mampu mengatasi rasa buruk sangka dan mencari kesalahan orang lain ini.
B.     Saran
Semoga makalah ini berguna bagi kita semua dan dalam kesempatan ini saya ingin mengajukan perminta maafan jika ada salah penulisan ataupun dalam penyajian. Wssalam......
Daftar Pustaka
Prof.Dr.H.M Noor Sulaiman PI, Hadist-Hadist Pilihan “Kajian Tekstual dan Kontekstual”


[1]http://alhabaib.blogspot.com/2012/03/hadits-tentang-larangan-ghibah.html. Di akses pada tgl : 11.April.2013, pukul : 14.00 Wita

[2]http://id.wikipedia.org/wiki/Ghibah. Di akses pada tgl :12.april.2013, pukul :11.33

[3]http://blog.re.or.id/ghibah.htm. diakses pd tgl :12.april.2013, pukul :11.37 Wita